FPI Dianggap Bubar sejak 2019 karena Tak Penuhi ketentuan Perpanjang SKT Ormas

FPI Dianggap Bubar sejak 2019 karena Tak Penuhi ketentuan Perpanjang SKT Ormas

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Front Pembela Islam (FPI) secara de jure telah bubar sejak tahun 2019. Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam konferensi pers, Rabu (30/12/2020). "Bahwa FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.

"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya. Diketahui Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) telah habis masa berlakunya pada tanggal 20 Juni 2019. Poin tersebut juga menjadi pertimbangan terbitnya surat keputusan bersama (SKB) enam pejabat tinggi negara mengenai penghentian seluruh kegiatan FPI.

"Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 0000/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) sebagai Organisasi Kemasyarakatan berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019." "Dan sampai saat ini FPI belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut, oleh sebab itu secara de jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar," ungkap Wakil Menkumham, Edward Omar Sharif Hiariej, membacakan poin pertimbangan SKB dalam konferensi pers. Sebelumnya Mahfud MD juga menyebut berdasar peraturan perundang undangan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.

"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya. "Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini," tegas Mahfud. Adapun SKB tersebut diteken oleh enam pejabat tinggi negara setingkat kementerian dan negara.

Keenam pejabat tersebut yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johny G Plate, Jaksa Agung Burhanudin, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Idham Aziz, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com , Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri), Bahtiar, mengungkapkan alasan tidak terbitnya surat keterangan terdaftar (SKT) untuk ormas Front Pembela Islam ( FPI). FPI disebut memiliki pandangan yang tidak sesuai dengan asas Pancasila.

"Iya (tak sesuai asas Pancasila). Kan itu yang belum ada penjelasannya sampai sekarang (belum dijelaskan olehFPI)," ujar Bahtiar di KantorKemendagri, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020). Dia melanjutkan, Kemendagri, Kementerian Agama dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sudah menggelar rapat untuk membahas SKT FPI. "Berdasarkan rapat, hasilnya diserahkan ke Kemenag untuk memfasilitasi (persoalan belum tuntasnya syarat SKT FPI," ucap Bahtiar.

Dengan demikian, kata dia, statusFPIsaat ini tidak terdaftar izin SKT. Bahtiar menegaskan, izin SKT ormas ini pun telah berakhir. "Ya tidak terdaftar dan SKT nya sudah berakhir. Sampai sekarang SKT nya tidak kami berikan," tuturnya.

Saat disinggung tentang hak ormas jika tidak terdaftar izin SKT, Bahtiar enggan memberikan tanggapan. "Soal itu jangan ditanya dulu. Yang penting posisiFPIsekarang ya sesuai dengan informasi terakhir yang disampaikan Menko Polhukam," kata Bahtiar. Ketua Tim Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI), Sugito Atmo Prawiro menyatakan bahwaFPIsudah melengkapi surat pernyataan mengenai Pancasila.

FPI pun menyerahkan kepada pemerintah apa pun keputusan soal SKT, karena sudah menyerahkan semua persyaratan yang dibutuhkan. Sugito menyatakan bahwa aktivitasFPIakan tetap berjalan walau tanpa SKT. "Jadi kalau tetap dikeluarkan, ya terserah saja. Organisasi tetap jalan walaupun tanpa SKT. Pendaftaran kan bersifat sukarela," ucap Sugito.

Adapun, jika tanpa SKT makaFPImemahami bahwa dampak terhadap organisasi adalah tidak mendapat dana dari pemerintah. "Enggak masalah, yang penting kami sudah mentaati ketentuan hukum yang berlaku," ucap Sugito.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *